Belum lama saya menulis tentang krisis Tunisia dengan judul, “Kegagalan Sekularisme: Kasus Tunisia” yang menggambarkan munculnya kerusuhan yang dipicu oleh seorang alumni perguran tinggi Tunisia namun tidak mendapatkan lapangan kerja sehingga membakar dirinya di kota Sidi Bousaid, sehingga kerusuhan semakin membesar bagaikan bola api sejak sebulan lalu. Kerusuhan tersebut juga merembet ke negara tetangga, Aljazair yang dipicu oleh kenaikan barang-barang seperti tepung roti, gula dan minyak, yang juga saya tulis (tautan dibawah).
Krisis di Tunisia semakin membesar yang menyebar di berbagai kota. Di tengarai sudah lebih dari 51 orang meninggal, berdasarkan berita, dan perlakuan militer juga dikritik oleh dunia internasional akibat kekerasan tersebut. Pihak internasional meminta militer tidak menggunakan kekerasan atau senjata dengan menembakkan kepada para demonstran. Akhirnya kemarin (13/1) pemerintah memberlakukan jam malam di berbagai kota di Tunisia. Namun, demonstrasi massa semakin membesar. Dalam pidatonya kemarin (13/1), Presiden Ben Ali meminta kepada rakyat Tunisia untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk membangun negara dan menyelesaikan persoalan bangsa, namun himbauan tersebut dianggap sudah terlambat. Presiden memang ketika kerusuhan pertama di kota Sidi Bousaid menjanjikan melakukan pembangunan kota tersebut dan memberikan bantuan sosial negara kepada alumni perguruan tinggi yang belum bekerja. Sebelumnya Presiden Ben Ali juga mengatakan bahwa fenomena pengangguran dan ketidakadaan lapangan kerja dan krisis keuangan bukan hanya dialami oleh Tunisia saja, namun juga menjadi fenomena luas di dunaa, dimana negara maju juga terkena krisis keuangan tersebut. Namun, nampaknya himbauan Presiden tidak mendapat respons positif dari rakyat Tunisia.
Hari ini sehabis Jum’at dikabarkan Presiden Ben Ali meninggalkan negaranya dan menuju ke Utara. Dikabarkan pesawat kepresidenan mengudara di wilayah udara Malta. Namun pejabat udara Malta membantah adanya pesawat tersebut sehingga belum dapat diketahui keberadaan posisi peswat yang mengangkut presiden tersebut. Perancis juga membantah bahwa Pesawat Presiden Ben Ali mendarat di Pernacis. Brita tersebut diberitakan oleh korespen Al-Jazeera di Paris. Dan beberpa menit kemudian ditengarai pesawat kepresidenan menuju ke negara Teluk, namun tidak disebutkan negara mana yang dituju. Beberapa saat yang lalu (kira-kira 5 menit) mertua Presiden Ben Ali dari istri keduanya, Laila ditangkap oleh penguasa, begitu juga kerabat dekat Presiden Ben Ali. Sedangkan istri kedua Ben Ali, Laila sudah berada di Emirates, tepatnya di Dubai. Pagi ini (15/1) Ben Ali mendarat di Jeddah.
Dari Paris dilaporkan bahwa penerbangan Air France juga menghentikan penerbangannya ke Tunisia akibat kondisi keamanan yang tidak kondusif. Begitu juga Presiden Perancis menghimbau warga negara Perancis untuk tidak mengadakan lawatan ke Tunisia. Sementara ini setiap tahunnya sekitar 1 juta wisatawanan Perancis yng mengadakan liburannya ke Tunisia. Sementara itu juga AS menghimbau warganya untuk tidak berkunjung ke Tunisia. Perancis merupakan mitra Tunisia strategis di berbagai bidang.
Keberangkatan Presiden Ben Ali keluar Tunisia memicu keadaaan chaos negeri tersebut. Berdasarkan UU Negara Fasal 56 negara tersebut, PM Mohamed Genouchi menjadi penaggungjawab pengendali pemerintahan sebagai Presiden Sementara, dan PM sejak hari ini (14/1) menerima beban tanggungjawab Presiden negeri penhasil kurma dan zaitun tersebut sebagaimana disampaikan oleh PM Mohamed Genouchi. Namun sikap para pakar hukum Tunisia mengkritik proses peralihan kekuasaan tersebut bertentangan dengan UU.
Melihat tayangan langsung yang olehTV Al-Jazeera yang setiap beberapa menit menayangkan “breaking news” yang setiap menit melaporkan perkembangan negara tersebut pasca kekosongan Presiden.
Peristiwa tersebut mengingatkan krisis Indonesia 1998, dimana nampaknya kerusuhan di Tunisia tidak jauh berbeda yang juga akhirnya menggulingkan presiden Soeharto yang sudah berkuasa 30 tahun. Perlu dicatat bahwa Ben Ali sudah memerintah Tunisia selama 23 tahun sejak menggantikan mendiang Habib Bourgeba. Akankah nasib Ben Ali sama dengan nasib Presiden Soeharto. Nampaknya begitu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar